Seringkali
kita lihat di tengah masyarakat apalagi di kalangan orang berkecukupan
dan kalangan selebriti terjadi pernikahan beda agama, entah si pria yang
muslim menikah dengan wanita non muslim (nashrani, yahudi, atau agama
lainnya) atau barangkali si wanita yang muslim menikah dengan pria non
muslim. Namun kadang kita hanya mengikuti pemahaman sebagian orang yang
sangat mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal). Tak sedikit
yang terpengaruh dengan pemahaman liberal semacam itu, yang mengagungkan
kebebasan, yang pemahamannya benar-benar jauh dari Islam. Paham liberal
menganut keyakinan perbedaan agama dalam pernikahan tidaklah jadi
masalah.
Namun
bagaimana sebenarnya menurut pandangan Islam yang benar mengenai status
pernikahan beda agama? Terutama yang nanti akan kami tinjau adalah
pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non muslim. Karena ini
sebenarnya yang jadi masalah besar. Semoga bahasan singkat ini
bermanfaat.
Pernikahan Wanita Muslimah dan Pria Non Muslim
Tentang status pernikahan wanita muslimah dan pria non muslim disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ
فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ
عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا
هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka.
Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka
janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi
mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Pendalilan dari ayat ini dapat kita lihat pada dua bagian. Bagian pertama pada ayat,
فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ
“Janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada suami mereka yang kafir”
Bagian kedua pada ayat,
لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ
“Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu”
Dari dua sisi ini, sangat jelas bahwa tidak boleh wanita muslim menikah dengan pria non muslim (agama apa pun itu).[1]
Ayat
ini sungguh meruntuhkan argumen orang-orang liberal yang menghalalkan
pernikahan semacam itu. Firman Allah tentu saja kita mesti junjung
tinggi daripada mengikuti pemahaman mereka (kaum liberal) yang dangkal
dan jauh dari pemahaman Islam yang benar.
Penjelasan Ulama Islam Tentang Pernikahan Wanita Muslimah dengan Pria Non Muslim
Para
ulama telah menjelaskan tidak bolehnya wanita muslimah menikah dengan
pria non muslim berdasarkan pemahaman ayat di atas (surat Al Mumtahanah
ayat 10), bahkan hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Al Qurthubi rahimahullah mengatakan,
وأجمعت الامة على أن المشرك لا يطأ المؤمنة بوجه، لما في ذلك من الغضاضة على الاسلام.
“Para
ulama kaum muslimin telah sepakat tidak bolehnya pria musyrik (non
muslim) menikahi (menyetubuhi) wanita muslimah apa pun alasannya. Karena
hal ini sama saja merendahkan martabat Islam.”[2]
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
هذه الآية هي التي حَرّمَت المسلمات على المشركين
“Ayat ini (surat Al Mumtahanah ayat 10) menunjukkan haramnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki musyrik (non muslim)”.[3]
Asy Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan,
وفيه دليل على أن المؤمنة لا تحلّ لكافر ، وأن إسلام المرأة يوجب فرقتها من زوجها لا مجرّد هجرتها
“Ayat
ini (surat Al Mumtahanah ayat 10) merupakan dalil bahwa wanita muslimah
tidaklah halal bagi orang kafir (non muslim). Keislaman wanita tersebut
mengharuskan ia untuk berpisah dari suaminya dan tidak hanya berpindah
tempat (hijrah)”.[4]
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatkan,
وكما أن المسلمة لا تحل للكافر، فكذلك الكافرة لا تحل للمسلم أن يمسكها ما دامت على كفرها، غير أهل الكتاب،
“Sebagaimana
wanita muslimah tidak halal bagi laki-laki kafir, begitu pula wanita
kafir tidak halal bagi laki-laki muslim untuk menahannya dalam
kekafirannya, kecuali diizinkan wanita ahli kitab (dinikahkan dengan
pria muslim).”[5]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Orang kafir (non muslim) tidaklah halal menikahi wanita muslimah. Hal
ini berdasarkan nash (dalil tegas) dan ijma’ (kesepakatan ulama). AllahTa’ala berfirman (yang artinya), “Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka.
Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka
janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi
mereka.” Wanita muslimah sama sekali tidak halal bagi orang kafir
(non muslim) sebagaimana disebutkan sebelumnya, meskipun kafirnya adalah
kafir tulen (bukan orang yang murtad dari Islam). Oleh karena itu, jika
ada wanita muslimah menikah dengan pria non muslim, maka nikahnya batil (tidak sah).[6]
Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim hafizhohullah dalam Kitab Adhwaul Bayan (yang
di mana beliau menyempurnakan tulisan gurunya , Syaikh Asy Syinqithi),
memberi alasan kenapa wanita muslimah tidak dibolehkan menikahi pria non
muslim, namun dibolehkan jika pria muslim menikahi wanita ahli kitab.
Di antara alasan yang beliau kemukakan: Islam itu tinggi dan tidak
mungkin ditundukkan agama yang lain. Sedangkan keluarga tentu saja
dipimpin oleh laki-laki. Sehingga suami pun bisa memberi pengaruh agama
kepada si istri. Begitu pula anak-anak kelak harus mengikuti ayahnya
dalam hal agama.[7] Dengan alasan inilah wanita muslimah tidak boleh menikah dengan pria non muslim.
Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita Ahli Kitab
Diperbolehkan
pria muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) selama
wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta
tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya. Dalilnya adalah firman
Allah Ta’ala,
الْيَوْمَ
أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ
الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ
“Pada
hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu
halal pula bagi mereka. (Dan
dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.” (QS. Al Maidah: 5). Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) boleh dinikahi oleh laki-laki muslim berdasarkan ayat ini.”[8]
Yang
dimaksud di sini, seorang pria muslim dibolehkan menikahi wanita ahli
kitab, namun bukan wajib dan bukan sunnah, cuma dibolehkan saja. Dan
sebaik-baik wanita yang dinikahi oleh pria muslim tetaplah seorang
wanita muslimah. Wanita ahli kitab di sini yang dimaksud adalah wanita
Yahudi dan Nashrani. Agama Yahudi dan Nashrani dari dahulu dan sekarang
dimaksudkan untuk golongan yang sama dan sama sejak dahulu (di masa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu wahyu mereka telah menyimpang.
Catatan
penting di sini, jika memang laki-laki muslim boleh menikah dengan
wanita ahli kitab, maka pernikahan tentu saja bukan di gereja. Dan juga
ketika memiliki anak, anak bukanlah diberi kebebasan memilih agama. Anak
harus mengikuti agama ayahnya yaitu Islam. Lihat keterangan dari Syaikh
‘Athiyah Muhammad Salim di atas.
Sedangkan
selain ahli kitab (seperti Hindu, Budha, Konghucu) yang disebut wanita
musyrik haram untuk dinikahi. Hal ini berdasarkan kesepakatan para
fuqoha. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَلاَ تَنكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
“Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu.” (QS. Al Baqarah: 221)[9]
Menurut
para ulama, laki-laki muslim sama sekali tidak boleh menikahi wanita
yang murtad meskipun ia masuk agama Nashrani atau Yahudi kecuali jika
wanita tersebut mau masuk kembali pada Islam.[10]
Demikian
sajian singkat dari kami. Semoga semakin memberikan pencerahan kepada
kekeliruan pemahaman yang selama ini terjadi di kalangan awam dan kaum
muslimin secara umum.
Hanya Allah yang beri taufik.
Disusun di Panggang-GK, 20 Sya’ban 1431 H (1 Agustus 2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/2521, index “Ahlu Kitab”, point 15.
[2] Tafsir Al Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Al Anshori Al Qurthubi, Mawqi’ Ya’sub, 3/72.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 13/521.
[4] Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir, 7/207.
[5] Taisir Al Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah, 1423 H, hal. 857.
[6] Majmu’ Fatawa Syaikh Ibni ‘Utsaimin, 12/138-140, dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 69752,http://islamqa.com/ar/ref/69752
[7] Adwaul Bayan 8/164-165, dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 6402,http://islamqa.com/ar/ref/6402
[8] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H, 14/91.
[9] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/13333, index “Muharromatun Nikah”, point 21
[10] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/13334, index “Muharromatun Nikah”, point 22
1 komentar:
iya ?
Posting Komentar